Struktur Gempa Base Isolation - Civil Engineering

Rabu, 24 Juli 2019

Struktur Gempa Base Isolation

BASE ISOLATION


Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana gempa bumi. Peyebabnya adalah adanya pertemuan sejumlah lempeng tektonik dunia yang membujur hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti pertemuan antara lempeng Australia dengan Asia, yang membentang dari sebelah barat pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga pulau Timor dan laut Banda, serta lempeng Asia dengan Pasifik, yang membentang dari utara pulau Sulawesi, kepulauan Maluku, dan utara Papua.

Beberapa bencana gempa yang pernah terjadi di Indonesia, seperti di Lampung, Padang, Yogyakarta dan tempat lainnya, mengakibatkan korban nyawa yang tidak sedikit dan banyaknya kerusakan dan runtuhnya bangunan. Rusak dan runtuhnya bangunan tersebut akibat ketidakmampuan konstruksi bangunan dalam menahan gaya gempa yang menimpanya.Oleh karena itu, perencanaan konstruksi bangunan yang tahan dalam menerima beban gempa merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting guna mengurangi terjadinya korban manusia dan rusak serta runtuhnya bangunan yang terjadi akibat goncangan gempa bumi.Pada dasarnya, terjadinya gempa bumi akan mengakibatkan goncangan pada bangunan yang besarnya bergantung pada tingkat kekuatan gempa, jarak dari bangunan sampai ke pusat gempa, dan kondis/jenis tanah yang dilewati getaran gempa tersebut.
Konsep bangunan dengan isolator adalah mengeliminasi pengaruh  ragam-ragam getar yang lebih tinggi terhadap struktur. Persamaan gerakan bangunan dengan isolasi seismic akibat gaya gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu pertama untuk struktur bangunan diatas isolator dan untuk struktur pada level bearing isolator.
Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan atau menambah suatu sistim pada struktur yang dikhususkan untuk mengabsorb sebagian besar energi gempa yang masuk ke bangunan dan hanya sebagian kecil (sisanya) akan dipikul oleh komponen struktur bangunan itu sendiri. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan structural control devices seperti base isolation system atau menggunakan energy dissipation passive.
Berikut ini diberikan beberapa jenis bangunan yang sering menggunakan sistem kontrol struktural agar kerusakan bangunan pada peristiwa gempa kuat dapat diminimalisir dan tidak menganggu operasional bangunan tersebut. 
1.      Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan darurat (rumah sakit, pembangkit listrik, telekomunikasi, dsb)
2.      Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap makhluk hidup( fasilitas nuklir, bahan kimia, dsb)
3.      Bangunan yang berhubungan dengan orang banyak (mall, apartemen, perkantoran, sekolah, dsb) 
4.      Bangunan yang berhubungan dengan pertahanan Negara 
5.      Bangunan yang memiliki komponen dan peralatan elektronik yang mahal 
6.      Bangunan/museum/monumen yang berhubungan dengan sejarah
Ada beberapa sistem kontrol respons struktur akibat gaya gempa dimana sistem ini dapat digolongkan atas tiga(3) kelompok besar  yaitu: sistem kontrol active-semiactive , sistem kontrol passive dan sistem isolasi dasar seperti pada gambar 3. 
Sistem ini telah banyak digunakan Negara – Negara yang mempunyai resiko tinggi terhadap gempa seperti Jepang, Italy, USA, Selandia Baru, Portugal, Iran, Indonesia, Turki, China, dan Taiwan. Meskipun penggunaaan sistem ini masih terbatas, sistem isolasi seismik dan energi dissipator passive atau kombinasinya merupakan sistem kontrol struktural yang paling banyak diterapkan pada bangunan didunia untuk mengontrol respon bangunan akibat gempa. Sistem kontrol struktural secara passive tidak membutuhkan energi listrik (power) untuk menghasilkan gaya kontrol pada struktur. 

Pada sistem passive gaya kontrol dihasilkan oleh sistem itu sendiri yang timbul karena adanya gerakan relatif dari titik-titik bagian struktur sendiri, sedangkan pada sistem kontrol aktif membutuhkan energi luar untuk menggerakkan aktuator untuk mengasilkan gaya kontrol yang diinginkan struktur. Untuk mengukur respons struktur dibutuhkan sebuah sensor yang dihubungkan dengan komputer. Sensor akan mengirimkan informasi tentang respons struktur ke komputer dan komputer akan menentukan besarnya gaya yang diinginkan aktuator berdasarkan informasi tersebut. 

Kelebihan sistem aktif kontrol adalah menghasilkan repons struktur yang sesuai sedangkan kekurangannya adalah biaya yang tinggi karena membutuhkan power dari luar yang cukup besar. Skematik aktif kontrol dapat dilihat pada gambar
Prinsip utama cara kerja base isolator jenis elastomerik bearing (HDRB atau LRB) adalah dengan memperpanjang waktu getar alami struktur diluar frekwensi dominan gempa sampai 2.5 atau 3 kali dari waktu getar struktur tanpa isolator (fixed base structures) dan memiliki damping antara 10 s/d 20%. Akibatnya gaya gempa yang disalurkan ke struktur menjadi lebih kecil. Sedangkan pada friction pendulum systemh(FPS), parameter yang berpengaruh terhadap besarnya reduksi gaya gempa yang bekerja pada struktur adalah koefisien gesekan dan radius kelengkungan dari permukaan cekung bidang gelincir sistem FPS. Disamping itu satu hal yang unik dari sistem ini adalah waktu getar struktur tidak tergantung kepada massa bangunan tetapi tergantung kepada radius kelengkungan dan percepatan gravitasi Bumi dari sistem FPS.

Kelebihan dan Kekurangan
            Kelebihan base isolation :
-           Base isolation merupakan sebuah aplikasi pendekatan kendali pasif yang sangat baik digunakan.
-           Sebuah bangunan dipasangkan dengan sebuah bahan dengan kekakuan lateral yang rendah (misal: karet) untuk mendapatkan dukungan yang fleksibel.
-          Saat gempa terjadi, dukungan yang fleksibel tersebut mampu untuk menyaring frekuensi-frekuensi yang tinggi dari gerakan gempa dan mampu menanggulangi bangunan tersebut agar tidak rusak atau runtuh.
-          Base isolation dengan demikian merupakan sebuah piranti yang efektif untuk memberikan proteksi bagi struktur bangunan rendah dan menengah sebab tipe bangunan tersebut dikarakteristikkan memiliki frekuensi-frekuensi yang tinggi.
Sedangkan kekurangan dari base isolation adalah hara per unit dari baraabg tersebut sangat mahal dan tentunya tidak ekonomis.
Ø  Pengalamaan penggunaannya di Indonesia
Sejauh ini beberapa gedung di Indonesia sudah di terapkan dengan penggunaan prinsip base Isolation. Namun tidak banyak, hanya beberapa gedung tertentu saja menggunakan peredam gempa seperti ini, karena biayanya jauh sangat mahal jika di bandingkan dengan metode konvensional.
Teknologi isolasi dasar atau base isolation merupakan teknologi yang sudah lama keluar dan sering kita jumpai dalam konstruksi jembatan pada umumnya. Namun tidak sedikit orang yang masih mepertanyakan alasan gedung butuh isolasi dasar untuk peredam gempa? Jawabannya cukup sederhana,Model gedung konvensional memiliki getaran yang cukup besar sehingga akan menyerang pada bagian join/Hubungan balok kolom struktur tersebut. Sedangkan pada model sisi sebelah kanan, getaran yang terjadi cukup kecil karena sebelum getaran yang dihasilkan oleh tanah/gempa sudah diserap terlebih dahulu oleh base isolation/isolasi dasar. Hal tersebut dapat dilihat ketika getaran terjadi, isolasi dasar bergerak terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh struktur model gedung tersebut.
Desain isolasi seismik pada bangunan merupakan salah satu penanggulangan yang paling efektif dan praktis terhadap gempa bumi karena mengurangi kecepatan respon selama gempa terjadi. Ketika terjadi gempa, bangunan yang menggunakan isolasi seismik tidak ikut berguncang karena terisolasi dari permukaan tanah yang berguncang. Dengan kondisi Jepang yang sering diguncang gempa maka upaya mengurangi kerusakan dengan isolasi seismik pada bangunan menjadi pilihan masyarakat negara maju saat ini. Kegunaan dari isolasi seismik pada bangunan itu sendiri antara lain:
1.      Penggunaan isolator seismik memperbesar perioda alami struktur sehingga gaya gempa yang bekerja pada bangunan akan menjadi lebih kecil dan akan meningkatkan kenyamanan orang yang berada di dalamnya.
2.      Interstory drift bangunan yang menggunakan isolasi seismik lebih kecil daripada bangunan konvensional yaitu mendekati nol sehingga bangunan lebih stabil.
3.      Pada lantai dasar bangunan yang menggunakan isolator seismik memiliki perpindahan (displacement) yang lebih besar dari bangunan konvensional. Hal ini terjadi karena isolator yang terletak didasar bangunan isolasi seismik sangat fleksibel dalam arah horizontal yang memungkinkan terjadinya perpindahan pada dasar gedung.
4.      Penggunaan isolator seismik pada bangunan dapat mereduksi gaya geser dasar(base shear)Base shear dipengaruhi oleh kekakuan efektif dan perpindahan dari isolator tersebut.










STUDI PENGARUH PENGGUNAAN BASE ISOLATION TERHADAP JARAK
ANTAR BANGUNAN SEHINGGA TIDAK TERJADINYA POUNDING

Struktur gedung sering dibangun saling berdekatan satu sama lainnya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya lahan dan harga lahan atau tanah yang semakin mahal. Berkaitan dengan kondisi bangunan yang saling berdekatan, pergerakan tanah saat terjadi gempa bumi dapat menimbulkan benturan antar gedung yang berdekatan apabila jarak kedua gedung tersebut tidak mencukupi untuk menampung respon getaran bebasnya. Salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan akibat gempa bumi, telah dikembangkan desain struktur dengan system isolasi dasar pada bangunan (Base Isolated Structure).

Namun, pergerakan dari sistem isolasi dasar bangunan dengan percepatan gempa yang
besar juga dapat menimbulkan benturan pada bangunan jika jarak yang diperlukan tidak diperhitungkan dengan cermat. Analisis dilakukan pada tiga model struktur yang memiliki kekakuan dan tinggi gedung yang sama. Hasil analisis didapatkan bahwa perpindahan gedung yang besar serta jarak antar gedung yang kecil memungkinkan terjadinya benturan saat terjadinya gempa bumi. Pada bangunan fixed base dan bangunan yang salah satunya menggunakan base isolation, jarak antar gedung yang disyaratkan 0.025 tinggi bangunan masih aman digunakan untuk menghindari pounding. Pada bangunan base isolation, jika dianalisis dari rollout displacement bantalan isolatornya, maka jarak antar gedung yang disyaratkan tidak memenuhi untuk menghindari pounding.

Struktur gedung sering dibangun saling berdekatan satu sama lainnya. Hal inidisebabkan karena terbatasnya lahan dan harga lahan atau tanah yang semakin mahal. Sementara itu, untuk wilayah Indonesia membangun gedung yang saling berdekatan perlu mendapatkan perhatian, mengingat Indonesia merupakan wilayah yang berada pada zona gempa aktif.

Berkaitan dengan kondisi bangunan yang saling berdekatan, akibat dari pergerakan tanah saat terjadi gempa bumi dapat menimbulkan benturan antar gedung yang berdekatan apabila jarak kedua gedung tersebut tidak mencukupi untuk menampung respon getaran bebasnya. Benturan dapat menimbulkan gaya - gaya dalam tambahan pada elemen struktur, yang mana gaya tersebut biasanya pada perencanaan awal belum diperhitungkan. Gaya dalam akibat benturan ini akan tersuperposisikan dengan gaya dalam akibat beban dinamik itu sendiri, dimana hasil superposisi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan atau bahkan keruntuhan. Disamping itu, perbedaan karakteristik dinamik dari gedung-gedung yang berdampingan akan menimbulkan perbedaan phase sehingga benturan tidak akan dapat dihindarkan


Salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan akibat gempa bumi, telah dikembangkan desain struktur dengan system isolasi dasar pada bangunan (Base Isolated Structure). Sistem isolasi dasar yang banyak digunakan saat ini adalah sistem isolasi dengan menggunakan bantalan elastomeric. Mekanisme kerjanya adalah karet digunakan untuk mengurangi getaran gempa sedangkan lempengan baja digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet sehingga defleksi dan deformasi bangunan saat bertumpu di atas bantalan karet tidak besar. Pada dasarnya cara perlindungan bangunan oleh bantalan elastomeric ini melalui pengurangan getaran gempa bumi kearah horizontal dan memungkinkan bangunan untuk begerak bebas saat berlangsung gempa bumi tanpa tertahan oleh pondasi. Peredam ini bermanfaat untuk menekan kemungkinan resonansi dari frekuensi isolasi.

Bantalan karet relatif mudah diproduksi, tahan terhadap lingkungan dan tidak terpengaruh oleh waktu. Bantalan ini sangat kuat dan kaku dalam arah vertikal dan sangat fleksibel dalam arah horizontal. Namun, pergerakan dari system isolasi dasar bangunan dengan percepatan gempa yang besar juga dapat menimbulkan benturan pada bangunan jika jarak yang diperlukan tidak diperhitungkan dengan cermat. Oleh karena base isolation merupakan metode yang relatif baru di Indonesia, maka fenomena benturan pada bangunan base isolation belum cukup.

Dalam studi ini bangunan yang akan dianalisis dimodelkan dengan model dua dimensi, dimana strukturnya berupa bangunan 2 lantai yang saling berdekatan dengan memperhitungkan properties tanah dibawah bangunan. Benturan diasumsikan hanya terjadi pada tiap lantai. Analisa pengaruh base isolator terhadap jarak antar gedung agar tidak berbenturan didasarkan pada asumsi – asumsi berikut :
-          Kedua bangunan yang akan dibandingkan merupakan struktur beton bertulang 10 lantai dengan tinggi sama, dan kekakuan antar tingkat sama serta dimodelkan sebagai struktur 2 dimensi.
-          Jarak pemisah antar gedung merupakan delatasi minimum gedung 0.025 dari tinggi bangunan berdasarkan SNI-1726-2002 pasal 8.2.3.
-          Benturan diakibatkan oleh gerakan horizontal kedua gedung.
-          Gaya eksitasi yang diberikan berupa beban gempa El Centro.
-          Struktur yang akan dianalisis adalah dua bangunan yang saling berdekatan
dengan membandingkan 3 Model :
(a). Model 1 : gedung 1 dan 2 adalah bangunan fixed base.
(b). Model 2 : gedung 1 dan 2 adalah bangunan base isolation.
(c). Model 3 : gedung 1 adalah bangunan fixed base dan gedung 2 adalah bangunan base isolation.

 

-          Selama terjadi benturan model dianggap masih berprilaku elastik.
-          Benturan diasumsikan hanya terjadi pada titik kontak tiap lantai dengan menganggap lantai benar-benar kaku.
-          Base isolator yang digunakan adalah Elastomeric Rubber Bearing.












Interstory drift bangunan base isolation relatif lebih kecil daripada bangunan fixed base, dimana nilainya hanya 16 % jika dibandingkan dengan bangunan fixed base yang mencapai 84% terhadap interstory drift maksimum gedung. Pada lantai dasar bangunan base isolation memiliki interstory drift yang lebih besar dari bangunan fixed base, hal ini disebabkan karena pada bangunan base isolation, bantalan elastomer sangat fleksibel dalam arah horizontal atau memiliki kekakuan horizontal yang sangat kecil yang dapat memungkinkan terjadinya perpindahan pada dasar gedung.



Jika dilihat dari grafik diatas, Interstory drift bangunan dengan base isolation relatif menurun untuk semakin tingginya lantai bangunan, sedangkan pada bangunan fixed base, interstory drift terbesar terjadi pada lantai 4-5. Hasil analisis pada model 1, jika dilihat dari deformasi maksimum gedung yang terjadi, kedua gedung yang berdekatan tidak mengalami pounding dimana deformasi gedung A adalah 0.12 m sedangkan gedung B adalah 0.13 m. Sehingga dengan jarak yang disyaratkan oleh peraturan SNI gedung sebesar 1 meter masih aman digunakn untuk menghindari pounding pada bangunan fixed base. Riwayat perpindahan titik kontak lantai 10 model 1 dapat dilihat pada gambar dibawah ini, dari gambar dapat disimpulkan bahwa grafik merupakan grafik transien denga periode hanya 40 detik untuk sampai keposisi semula, dan memiliki frekuensi getar yang besar yang menyebabkan perpindahan gedung secara bolak-balik yang cukup banyak untuk perioda 40 detik.



Hasil analisis pada model 2, jika dilihat dari deformasi maksimum gedung dan bantalan isolator yang terjadi, kedua gedung yang berdekatan tidak mengalami pounding dimana deformasi gedung dan bantalan adalah sama-sama 0.16 m. Ini berarti bahwa posisi gedung tetap stabil diatas bantalan walaupun adanya pergerakan tanah. Hal ini disebabkan karena penggunaan isolator dapat meminimalisir perpindahan gedung. Sehingga dengan jarak yang disyaratkan oleh peraturan SNI gedung sebesar 1 meter masih aman digunakan untuk menghindari pounding pada bangunan fixed base.
Jika dianalisis dari Rollout Displacement bantalan isolator yang besarnya mencapai 0.55 m, maka pada kedua gedung yang menggunakan base isolator akan saling berbenturan atau terjadi pounding jika kedua gedung bergerak saling mendekati satu sama lainnya. Oleh karena itu, jarak yang disyaratkan oleh peraturan SNI gedung sebesar 1 meter sudah tidak aman digunakan untuk menghindari pounding pada bangunan base isolation.


Dari gambar diatas terlihat bahwa bangunan base isolation memiliki perioda getar lebih panjang dan frekuensi getar lebih kecil dibandingkan dengan bangunan fixed base. Hal ini menyebabkan pergerakan gedung lebih stabil. Ini membuktikan bahwa penggunaan base isolation dapat memperpanjang perioda getar gedung saat terjadinya gempa.

Pada model 3, kedua gedung juga tidak mengalami benturan meskipun dilihat dari rollout displacement bantalan isolator sebesar 0.55 cm, hal ini dikarenakan deformasi maksimum yang terjadi pada gedung fixed base hanya 0.11 m. Oleh karena itu dengan jarak pemisah yang disyaratkan oleh SNI gedung sebesar 1m masih memungkinkan untuk menghindari benturan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar